Minggu, 26 Desember 2010

APLIKASI PEMBIAYAAN SALAM DI PERBANKAN SYARIAH



A. PRODUK SALAM DI PERBANKAN SYARIAH
Produk salam diperbankan syariah adalah salah satu produk yang menggunakan prinsip jual beli. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya untuk mengadakan berbagai transaksi ekonomi. Salah satunya adalah jual-beli yang melibatkan dua pelaku, yaitu penjual dan pembeli. Biasanya penjual adalah produsen sedangkan pembeli adalah konsumen. Pada kenyataannya konsumen kadang memerlukan barang yang tidak atau belum dihasilkan oleh produsen sehingga konsumen melakukan transaksi jual-beli dengan produsen dengan cara pesanan.
Di dalam hukum Islam transaksi jual-beli yang dilakukan dengan cara pesanan ini disebut dengan Salam (sebutan ini lazim digunakan oleh fuqaha Hijaz) atau Salaf (sebutan ini lazim digunakan oleh fuqaha Iraq). Meski tidak berbeda substansinya, rumusan definisi Salam yang diberikan oleh para fuqaha berbeda-beda. Fuqaha Hanafiyah mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari”. Fuqaha Hanabilah dan Syafi’iyah mendefinisikannya dengan “Akad yang telah disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kepada pembeli dikemudian hari”. Sedangkan Fuqaha Malikiyah mendefinisikannya dengan: “Jual-beli yang modalnya dibayar terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan sesuai dengan waktu yang telah disepakati”. Jadi Salam adalah jual-beli barang dimana pembeli memesan barang dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya, dengan pembayaran yang dilakukan sebelum barang tersebut selesai dibuat, baik secara tunai maupun angsuran, dan penyerahan barangnya dilakukan pada suatu saat yang disepakati di kemudian hari. Dengan demikian dalam transaksi Salam, pembeli pemesan memiliki piutang barang terhadap penjual, dan sebaliknya penjual mempunyai utang barang kepada pembeli.



DASAR HUKUM
Dasar hukum Salam adalah firman Allah :” Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya .” (QS. Al-Baqarah (2) : 282)
Berkenaan dengan ayat ini Ibn Abbas berkata; “Saya bersaksi bahwa Salaf ( Salam ) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya”. Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.
Dasar hukum lainnya adalah hadis yang berkaitan dengan tradisi penduduk Madinah yang didapati oleh Rasulullah pada awal hijrah beliau ke sana, yaitu tradisi akad Salaf ( Salam ) dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu tahun atau dua tahun. Beliau bersabda; “Barangsiapa melakukan jual beli Salaf ( Salam ) pada kurma, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waku yang diketahui”. (HR. al-sittah ) Pada hadits lainnya Rasulullah bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual-beli secara tanggung, muqarradah (nama lain mudharabah ), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibn Majah).

Rukun dan Syarat
Menurut fuqaha Hanafiyah, rukun Salam itu hanya ijab dan qabul. Sedangkan menurut fuqaha lainnya, rukun Salam itu ada empat, yaitu:
1. Pihak-pihak yang berakad, yaitu muslam (pembeli/pemesan) dan muslam ilayhi (penjual/pemasok)
2. Barang yang dipesan (muslam fihi)
3. Modal atau uang
4. Sighat akad (ijab dan qabul)

Syarat sahnya akad salam adalah sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang berakad disyaratkan dewasa, berakal, dan baligh.
2. Barang yang dijadikan obyek akad disyaratkan jelas jenis, cirri-ciri, dan ukurannya.
3. Modal atau uang disyaratkan harus jelas dan terukur serta dibayarkan seluruhnya ketika berlangsungnya akad. Menurut kebanyakan fuqaha, pembayaran tersebut harus dilakukan di tempat akad supaya tidak menjadi piutang penjual. Untuk menghindari praktek riba melalui mekanisme Salam, pembayarannya tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang penjual.
4. Ijab dan qabul harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan tidak terpisah oleh hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud akad.

SALAM DI PERBANKAN SYARI’AH
Di masyarakat ada anggapan bahwa jual-beli Salam itu tidak ada bedanya dengan jual-beli Ijon . Dalam jual beli ijon, pembeli membayar lunas harga buah-buahan di pohon yang masih belum saatnya dipanen karena belum matang (masih hijau). Ketika penen tiba, berapapun jumlah buah yang ada di pohon adalah hak milik pembeli. Mungkin pembeli mendapatkan keuntungan besar ketika buah yang dipanen lebih banyak dari yang diperkirakan. Mungkin pula ia menderita kerugian ketika yang dipanen lebih sedikit dari yang diperkirakan. Jadi di sini terdapat unsur ketidak jelasan (gharar) dalam hal jumlah barang yang diperjual belikan. Demikian pula tidak ada kejelasan mengenai waktu penyerahannya.
Jual-beli Salam tidak sama dengan jual beli Ijon, karena dalam jual beli Salam kualitas dan kuantitas barang serta waktu penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati sebelumnya, sehingga di dalamnya tidak ada unsur garar . Karena itu, bila panen buah-buahannya kurang, penjual harus memenuhinya dari pohon yang lain. Tetapi bila lebih, maka kelebihannya itu menjadi milik penjual.
Di perbankan Syariah, jual beli salam lazim ditetapkan pada pembelian alat-alat pertanian, barang-barang industri, dan kebutuhan rumah tangga. Nasabah yang memrlukan biaya untuk memproduk barang-barang industri bisa mengajukan permohonan pembiayaan ke bank syari’ah dengan skim jual-beli salam. Bank dalam hal ini berposisi sebagai pemesan (pembeli) barang yang akan diproduksi oleh nasabah. Untuk itu bank membayar harganya secara kontan. Pada waktu yang ditentukan, nasabah menyerahkan barang peasanan tersebut kepada bank. Berikutnya bank bisa menunjuk nasabah tersebut sebagai wakilnya untuk menjual barang tersebut kepada pihak ketig secara tunai. Bank bisa juga menjual kembali barang itu kepada nasabah yang memproduksinya itu secara tangguh ( bisaman ajil ) dengan mengambil keuntungan tertentu. Jadi setelah akad Salam tuntas dengan diserahkannya barang oleh nasabah (penjual) kepada bank (pembeli), masih ada beberapa akad lain yang mengiringinya. Kalau bank kemudian menunjuk nasabah tersebut sebagai wakil bank untuk menjual barang itu secara tunai kepada pihak ketiga, maka yang terjadi adalah akad jual beli murabahah bisama ajil . Dengan beralihnya kepemilikan barang itu kepada nasabah, sedangkan ia belum membayar sepeserpun kepada bank, maka timbullah dayn (hutang). Selanjutnya, walaupun tidak wajib, biasanya diikuti dengan akad rahn, dimana bank menahan barang jaminan, baik berupa barang yang sudah dibeli kembali oleh nasabah itu tadi atau barang lain.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bank tidak selalu mudah untuk menjual kembali barang industri yang dibelinya itu, baik kepada pihak ketiga maupun kepada nasabah. Untuk itu lalu dilakukanlah akad Salam parallel, yaitu dua akad salam yang dilakukan secara simultan antara bank dan nasabah di satu pihak dan antara bank dan pemasok barang (supplier) di pihak lain. Menurut Dewan Pengawas Syari’ah Rajbi Investemen Corporation, Salam paralel ini diperkenankan dengan syarat pelaksanaan akad salam yang pertama.
Di bank-bank Islam yang sudah mapan seperi di Sudan, Bahrain, dan negara-negara Timur Tengah lainnya, transaksi dilakukan dengan system Salam Tunggal. Konsekuensinya, bank harus memiliki inventory yang dikelole secara professional agar tidak mengalami kerugian. Bank juga harus menyediakan gudang tempat penyimpanan (Warehouse) barang, baik milik sendiri maupun menyewa dari pihak lain. Jadi bank dalam hal ini bertindak sebagai pedagang yang terjun langsung dalam persaingan bisnis komoditi. Sedangkan di negara-negara yang masih memegang paradigma bank sebagai intermediary institution di mana bank tidak malakukan transaksi perdagngan secara langsung, maka mekanisme yang memungkinkan adalah salam paralel. Aritinya bank melakukan transaksi salam dengan produsen (Salam pertama) jika bank sudah memiliki nasabah sebagai calon pembeli (Salam kedua). Bank dalam hal ini tidak perlu mengoperasikan gudang karena pengiriman barang bisa dilakukan langsung dari produsen kepada pembeli. Dalam prakteknya, bisa saja taransaksi antara bank dengan calon pembeli (pemesan) terjadi lebih dahulu (Salam pertama), kemudian bank mencari produsen untuk memenuhi pesanan tersebut (Salam kedua).


B. SISTEM INFORMASI PERBANKAN SYARIAH
Dalam melakukan kegiatannya perbankan syariah bekerja sama dengan bidang teknologi informasi untuk membangun sistem informasi perbankan syariah dengan membuat aplikasi khusus yang dapat mempermudah semua proses-proses transaksi yang ada diperbankan syariah yang salah satunya adalah proses transaksi jual beli salam. Dan sudah menjadi sesuatu yang sangat relatif bila dikatakan bahwa sebuah aplikasi teknologi perbankan syariah itu baik atau lebih baik dari aplikasi yang lain ( Zachman, John A., A framework in information systems Architecture, New York: IBM Systems Journal 26, No.23, 1999 ). Tetapi seorang ahli teknologi informasi Eropa menerangkan bahwa aplikasi yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan penting dan saling berhubungan, yaitu:
a. Sifat Operasional Aplikasi ( Product Operation )
Untuk melihat sifat operasional aplikasi, hal-hal yang diukur adalah berhubungan dengan teknis analisis perancangan aplikasi dan arsitekturnya. Seorang pakar Inggris bernama McCall merumuskan kualitas Product Operation sebagai berikut:
1. Correctness, yaitu s ejauh mana suatu aplikasi memenuhi spesifikasi dan objectives dari users. Dalam hal ini yang harus kita perhitungkan adalah sejauh mana pengembang internal maupun eksternal ( vendor ) dapat mengetahui kebutuhan bisnis ( business requirement ). Dalam hal ini mereka harus mengerti bahwa ada beberapa perbedaan signifikan antara arsitektur bank konvensional dengan arsitektur bank syariah;
2. Reliability yaitu kemampuan sebuah aplikasi melaksanakan kemampuan sesuai dengan fungsinya dan ketelitian yang akurat;
3. Efficiency yaitu seberapa besar kapasitas parameter yang mendukung modul-modul yang saling berkaitan untuk memudahkan user membuat turunan produk, interfacing antar modul serta interfacing terhadap aplikasi lain yang mungkin dihubungkan untuk mendukung suatu transaksi;
4. Integrity yaitu sejauh mana akses ke aplikasi dan data oleh pihak yang tidak berhak dapat dikendalikan, seberapa tinggi akurasi dan tingkat security yang dimiliki; dan
5. Usability yaitu f aktor ini menentukan sejauh mana kemudahan user mempelajari, menggunakan dan mengerti output yang dihasilkan.

b. Kemampuan aplikasi dalam menjalani perubahan ( Product Revision )
Dalam perjalanan suatu usaha senantiasa terdapat perubahan-perubahan baik dari sisi strategi maupun perubahan yang diakibatkan oleh regulasi. Oleh karena itu ada beberapa faktor pokok yang harus dipertimbangkan adalah:
1) Maintainability yaitu usaha untuk menemukan perbaikan dari kesalahan ( error ) maupun usaha untuk melakukan perubahan;
2) Flexibility yaitu usaha yang diperlukan untuk melakukan modifikasi, terutama terhadap aplikasi yang berhubungan dengan hal-hal operasional;
3) Testability yaitu usaha yang diperlukan untuk menguji atau memastikan suatu aplikasi telah sesuai dengan kebutuhan bisnis ( business requirement ), comply dengan regulasi yang ada dan lain sebagainya.
c. Daya adaptasi software terhadap lingkungan baru ( Product Transition ).
Percepatan TI semakin hari terasa semakin cepat, perubahan-perubahan terjadi mulai dari operating system yang hampir setiap tahun mengeluarkan versi baru, software pendukung, delivery channel maupun hardware yang terus dikembangkan untuk mengembangkan aplikasinya sehingga dapat beradaptasi terhadap lingkungan baru.
Delivery channel merupakan salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam pengembangan bisnis di masa depan, mengingat arah perbankan dunia menuju sistem Cyber Banking (bank maya). Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan pengujian terhadap aplikasi, apakah aplikasi yang bersangkutan sanggup melakukan hubungan dengan aplikasi lain dalam platform yang berbeda (Inter-operability), baik secara langsung maupun dengan perantara perangkat lain (middleware).

Aplikasi pembiayaan salam diperbankan syariah pada umumnya dibuat untuk melakukan pencatatan transaksi atau produk salam itu sendiri. Serta untuk mengolah data yang diperlukan dalam pembiayaan syariah agar terkomputerisasi dan lebih akurat sehingga tidak akan mengalami human error atau redudansi data. Aplikasi ini juga didukung dengan teknologi internet agar dapat diakses secara online oleh petugas dibagian-bagian yang bersangkutan.
Dalam bidang pemasarannya semua lembaga perbankan syariah juga membangun website khusus untuk melakukan proses e-banking untuk memberikan kemudahan kepada nasabahnya dalam bertransaksi dan memperoleh informasi tentang perbankan syariah maupun produk-produknya.

0 komentar:

Posting Komentar

APLIKASI PEMBIAYAAN SALAM DI PERBANKAN SYARIAH



A. PRODUK SALAM DI PERBANKAN SYARIAH
Produk salam diperbankan syariah adalah salah satu produk yang menggunakan prinsip jual beli. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya untuk mengadakan berbagai transaksi ekonomi. Salah satunya adalah jual-beli yang melibatkan dua pelaku, yaitu penjual dan pembeli. Biasanya penjual adalah produsen sedangkan pembeli adalah konsumen. Pada kenyataannya konsumen kadang memerlukan barang yang tidak atau belum dihasilkan oleh produsen sehingga konsumen melakukan transaksi jual-beli dengan produsen dengan cara pesanan.
Di dalam hukum Islam transaksi jual-beli yang dilakukan dengan cara pesanan ini disebut dengan Salam (sebutan ini lazim digunakan oleh fuqaha Hijaz) atau Salaf (sebutan ini lazim digunakan oleh fuqaha Iraq). Meski tidak berbeda substansinya, rumusan definisi Salam yang diberikan oleh para fuqaha berbeda-beda. Fuqaha Hanafiyah mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari”. Fuqaha Hanabilah dan Syafi’iyah mendefinisikannya dengan “Akad yang telah disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kepada pembeli dikemudian hari”. Sedangkan Fuqaha Malikiyah mendefinisikannya dengan: “Jual-beli yang modalnya dibayar terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan sesuai dengan waktu yang telah disepakati”. Jadi Salam adalah jual-beli barang dimana pembeli memesan barang dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya, dengan pembayaran yang dilakukan sebelum barang tersebut selesai dibuat, baik secara tunai maupun angsuran, dan penyerahan barangnya dilakukan pada suatu saat yang disepakati di kemudian hari. Dengan demikian dalam transaksi Salam, pembeli pemesan memiliki piutang barang terhadap penjual, dan sebaliknya penjual mempunyai utang barang kepada pembeli.



DASAR HUKUM
Dasar hukum Salam adalah firman Allah :” Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya .” (QS. Al-Baqarah (2) : 282)
Berkenaan dengan ayat ini Ibn Abbas berkata; “Saya bersaksi bahwa Salaf ( Salam ) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya”. Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.
Dasar hukum lainnya adalah hadis yang berkaitan dengan tradisi penduduk Madinah yang didapati oleh Rasulullah pada awal hijrah beliau ke sana, yaitu tradisi akad Salaf ( Salam ) dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu tahun atau dua tahun. Beliau bersabda; “Barangsiapa melakukan jual beli Salaf ( Salam ) pada kurma, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waku yang diketahui”. (HR. al-sittah ) Pada hadits lainnya Rasulullah bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual-beli secara tanggung, muqarradah (nama lain mudharabah ), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibn Majah).

Rukun dan Syarat
Menurut fuqaha Hanafiyah, rukun Salam itu hanya ijab dan qabul. Sedangkan menurut fuqaha lainnya, rukun Salam itu ada empat, yaitu:
1. Pihak-pihak yang berakad, yaitu muslam (pembeli/pemesan) dan muslam ilayhi (penjual/pemasok)
2. Barang yang dipesan (muslam fihi)
3. Modal atau uang
4. Sighat akad (ijab dan qabul)

Syarat sahnya akad salam adalah sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang berakad disyaratkan dewasa, berakal, dan baligh.
2. Barang yang dijadikan obyek akad disyaratkan jelas jenis, cirri-ciri, dan ukurannya.
3. Modal atau uang disyaratkan harus jelas dan terukur serta dibayarkan seluruhnya ketika berlangsungnya akad. Menurut kebanyakan fuqaha, pembayaran tersebut harus dilakukan di tempat akad supaya tidak menjadi piutang penjual. Untuk menghindari praktek riba melalui mekanisme Salam, pembayarannya tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang penjual.
4. Ijab dan qabul harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan tidak terpisah oleh hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud akad.

SALAM DI PERBANKAN SYARI’AH
Di masyarakat ada anggapan bahwa jual-beli Salam itu tidak ada bedanya dengan jual-beli Ijon . Dalam jual beli ijon, pembeli membayar lunas harga buah-buahan di pohon yang masih belum saatnya dipanen karena belum matang (masih hijau). Ketika penen tiba, berapapun jumlah buah yang ada di pohon adalah hak milik pembeli. Mungkin pembeli mendapatkan keuntungan besar ketika buah yang dipanen lebih banyak dari yang diperkirakan. Mungkin pula ia menderita kerugian ketika yang dipanen lebih sedikit dari yang diperkirakan. Jadi di sini terdapat unsur ketidak jelasan (gharar) dalam hal jumlah barang yang diperjual belikan. Demikian pula tidak ada kejelasan mengenai waktu penyerahannya.
Jual-beli Salam tidak sama dengan jual beli Ijon, karena dalam jual beli Salam kualitas dan kuantitas barang serta waktu penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati sebelumnya, sehingga di dalamnya tidak ada unsur garar . Karena itu, bila panen buah-buahannya kurang, penjual harus memenuhinya dari pohon yang lain. Tetapi bila lebih, maka kelebihannya itu menjadi milik penjual.
Di perbankan Syariah, jual beli salam lazim ditetapkan pada pembelian alat-alat pertanian, barang-barang industri, dan kebutuhan rumah tangga. Nasabah yang memrlukan biaya untuk memproduk barang-barang industri bisa mengajukan permohonan pembiayaan ke bank syari’ah dengan skim jual-beli salam. Bank dalam hal ini berposisi sebagai pemesan (pembeli) barang yang akan diproduksi oleh nasabah. Untuk itu bank membayar harganya secara kontan. Pada waktu yang ditentukan, nasabah menyerahkan barang peasanan tersebut kepada bank. Berikutnya bank bisa menunjuk nasabah tersebut sebagai wakilnya untuk menjual barang tersebut kepada pihak ketig secara tunai. Bank bisa juga menjual kembali barang itu kepada nasabah yang memproduksinya itu secara tangguh ( bisaman ajil ) dengan mengambil keuntungan tertentu. Jadi setelah akad Salam tuntas dengan diserahkannya barang oleh nasabah (penjual) kepada bank (pembeli), masih ada beberapa akad lain yang mengiringinya. Kalau bank kemudian menunjuk nasabah tersebut sebagai wakil bank untuk menjual barang itu secara tunai kepada pihak ketiga, maka yang terjadi adalah akad jual beli murabahah bisama ajil . Dengan beralihnya kepemilikan barang itu kepada nasabah, sedangkan ia belum membayar sepeserpun kepada bank, maka timbullah dayn (hutang). Selanjutnya, walaupun tidak wajib, biasanya diikuti dengan akad rahn, dimana bank menahan barang jaminan, baik berupa barang yang sudah dibeli kembali oleh nasabah itu tadi atau barang lain.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bank tidak selalu mudah untuk menjual kembali barang industri yang dibelinya itu, baik kepada pihak ketiga maupun kepada nasabah. Untuk itu lalu dilakukanlah akad Salam parallel, yaitu dua akad salam yang dilakukan secara simultan antara bank dan nasabah di satu pihak dan antara bank dan pemasok barang (supplier) di pihak lain. Menurut Dewan Pengawas Syari’ah Rajbi Investemen Corporation, Salam paralel ini diperkenankan dengan syarat pelaksanaan akad salam yang pertama.
Di bank-bank Islam yang sudah mapan seperi di Sudan, Bahrain, dan negara-negara Timur Tengah lainnya, transaksi dilakukan dengan system Salam Tunggal. Konsekuensinya, bank harus memiliki inventory yang dikelole secara professional agar tidak mengalami kerugian. Bank juga harus menyediakan gudang tempat penyimpanan (Warehouse) barang, baik milik sendiri maupun menyewa dari pihak lain. Jadi bank dalam hal ini bertindak sebagai pedagang yang terjun langsung dalam persaingan bisnis komoditi. Sedangkan di negara-negara yang masih memegang paradigma bank sebagai intermediary institution di mana bank tidak malakukan transaksi perdagngan secara langsung, maka mekanisme yang memungkinkan adalah salam paralel. Aritinya bank melakukan transaksi salam dengan produsen (Salam pertama) jika bank sudah memiliki nasabah sebagai calon pembeli (Salam kedua). Bank dalam hal ini tidak perlu mengoperasikan gudang karena pengiriman barang bisa dilakukan langsung dari produsen kepada pembeli. Dalam prakteknya, bisa saja taransaksi antara bank dengan calon pembeli (pemesan) terjadi lebih dahulu (Salam pertama), kemudian bank mencari produsen untuk memenuhi pesanan tersebut (Salam kedua).


B. SISTEM INFORMASI PERBANKAN SYARIAH
Dalam melakukan kegiatannya perbankan syariah bekerja sama dengan bidang teknologi informasi untuk membangun sistem informasi perbankan syariah dengan membuat aplikasi khusus yang dapat mempermudah semua proses-proses transaksi yang ada diperbankan syariah yang salah satunya adalah proses transaksi jual beli salam. Dan sudah menjadi sesuatu yang sangat relatif bila dikatakan bahwa sebuah aplikasi teknologi perbankan syariah itu baik atau lebih baik dari aplikasi yang lain ( Zachman, John A., A framework in information systems Architecture, New York: IBM Systems Journal 26, No.23, 1999 ). Tetapi seorang ahli teknologi informasi Eropa menerangkan bahwa aplikasi yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan penting dan saling berhubungan, yaitu:
a. Sifat Operasional Aplikasi ( Product Operation )
Untuk melihat sifat operasional aplikasi, hal-hal yang diukur adalah berhubungan dengan teknis analisis perancangan aplikasi dan arsitekturnya. Seorang pakar Inggris bernama McCall merumuskan kualitas Product Operation sebagai berikut:
1. Correctness, yaitu s ejauh mana suatu aplikasi memenuhi spesifikasi dan objectives dari users. Dalam hal ini yang harus kita perhitungkan adalah sejauh mana pengembang internal maupun eksternal ( vendor ) dapat mengetahui kebutuhan bisnis ( business requirement ). Dalam hal ini mereka harus mengerti bahwa ada beberapa perbedaan signifikan antara arsitektur bank konvensional dengan arsitektur bank syariah;
2. Reliability yaitu kemampuan sebuah aplikasi melaksanakan kemampuan sesuai dengan fungsinya dan ketelitian yang akurat;
3. Efficiency yaitu seberapa besar kapasitas parameter yang mendukung modul-modul yang saling berkaitan untuk memudahkan user membuat turunan produk, interfacing antar modul serta interfacing terhadap aplikasi lain yang mungkin dihubungkan untuk mendukung suatu transaksi;
4. Integrity yaitu sejauh mana akses ke aplikasi dan data oleh pihak yang tidak berhak dapat dikendalikan, seberapa tinggi akurasi dan tingkat security yang dimiliki; dan
5. Usability yaitu f aktor ini menentukan sejauh mana kemudahan user mempelajari, menggunakan dan mengerti output yang dihasilkan.

b. Kemampuan aplikasi dalam menjalani perubahan ( Product Revision )
Dalam perjalanan suatu usaha senantiasa terdapat perubahan-perubahan baik dari sisi strategi maupun perubahan yang diakibatkan oleh regulasi. Oleh karena itu ada beberapa faktor pokok yang harus dipertimbangkan adalah:
1) Maintainability yaitu usaha untuk menemukan perbaikan dari kesalahan ( error ) maupun usaha untuk melakukan perubahan;
2) Flexibility yaitu usaha yang diperlukan untuk melakukan modifikasi, terutama terhadap aplikasi yang berhubungan dengan hal-hal operasional;
3) Testability yaitu usaha yang diperlukan untuk menguji atau memastikan suatu aplikasi telah sesuai dengan kebutuhan bisnis ( business requirement ), comply dengan regulasi yang ada dan lain sebagainya.
c. Daya adaptasi software terhadap lingkungan baru ( Product Transition ).
Percepatan TI semakin hari terasa semakin cepat, perubahan-perubahan terjadi mulai dari operating system yang hampir setiap tahun mengeluarkan versi baru, software pendukung, delivery channel maupun hardware yang terus dikembangkan untuk mengembangkan aplikasinya sehingga dapat beradaptasi terhadap lingkungan baru.
Delivery channel merupakan salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam pengembangan bisnis di masa depan, mengingat arah perbankan dunia menuju sistem Cyber Banking (bank maya). Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan pengujian terhadap aplikasi, apakah aplikasi yang bersangkutan sanggup melakukan hubungan dengan aplikasi lain dalam platform yang berbeda (Inter-operability), baik secara langsung maupun dengan perantara perangkat lain (middleware).

Aplikasi pembiayaan salam diperbankan syariah pada umumnya dibuat untuk melakukan pencatatan transaksi atau produk salam itu sendiri. Serta untuk mengolah data yang diperlukan dalam pembiayaan syariah agar terkomputerisasi dan lebih akurat sehingga tidak akan mengalami human error atau redudansi data. Aplikasi ini juga didukung dengan teknologi internet agar dapat diakses secara online oleh petugas dibagian-bagian yang bersangkutan.
Dalam bidang pemasarannya semua lembaga perbankan syariah juga membangun website khusus untuk melakukan proses e-banking untuk memberikan kemudahan kepada nasabahnya dalam bertransaksi dan memperoleh informasi tentang perbankan syariah maupun produk-produknya.

0 komentar:

Posting Komentar